Dakwah Nabi Muhammad SAW Pada Periode Madinah


Hasil gambar untuk tulisan bismillahirrahmanirrahim
Blog ini merupakan lanjutan dari blog sebelumnya yang berjudul "Dakwah Nabi Muhammad SAW Pada Periode Mekah " yang telah saya posting sebelumnya.

Dakwah Nabi Muhammad SAW Pada Periode Madinah
Madinah dianggap sebagai kelahiran baru agama Islam setelah ruang dakwah di Mekah terasa sempit bagi kaum muslimin. Allah SWT memilih Madinah sebagai pilot project pembentukan masyarakat Islam pertama. Madinah memang layak dijadikan kawasan percontohan. Berawal dari respon orang-orang Yastrib yang datang ke Mekah pada bulan haji terhadap seruan nabi, juga tidak terlepas dari pribadi nabi yang dikenal sebagai orang yang tak pernah berbohong. Keberhasilan dakwah nabi dapat dilihat pada sikap orang-orang Yastrib di perjanjian Aqabah I dan II, dimana mereka mau mengubah sikap dan perilaku mereka, bahkan bersedia menjadi pelindung nabi. Sebab dakwah pada hakekatnya merupakan suatu upaya seorang dai dan sekaligus juga sebagai media untuk mengubah perilaku masyarakat dari yang negatif menjadi positif atau berakhlak mulia, tertinggal menjadi maju serta bodoh menjadi pandai. Inilah yang dilakukan Nabi terhadap masyarakat Yastrib, membentuk suatu masyarakat baru, dan meletakkan dasar-dasar untuk suatu masyarakat yang besar yang sedang ditunggu oleh sejarah. Dalam mewujudkan semua ini, nabi menempuh langkah-langkah dakwah sebagai berikut:

1. Membangun masjid 
Waktu Rasulullah saw masuk Madinah, penduduk Madinah yang sudah memeluk Islam (kaum Anshar) banyak yang mengundang serta menawarkan rumah untuk beristrahat. Setelah nabi sampai di tanah milik kedua orang anak yatim bernama Sahal dan Suhail keduanya anak Amr bin Amarah dibawah asuhan Mu‟adz bin Afra, berhentilah unta yang ditunggangi nabi, kemudian beliau dipersilahkan oleh Abu Ayub Anshari untuk tinggal di rumahnya. Setelah beberapa bulan nabi di situ maka beliau membangun Masjid Nabawi pada sebuah tanah milik kedua anak yatim tersebut, tanah itu dibeli oleh nabi untuk pembangunan masjid, juga untuk tempat tinggal. Masjid yang di bangun tersebut berfungsi sebagai tempat melaksanakan ibadah shalat. Dalam kesempatan ini nabi dan para pengikutnya berdiri bahu-membahu, mengajarkan keuntungan yang tak terkirakan dari persaudaraan, dan menanamkan semangat persamaan antar manusia. Masjid juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, di samping sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi, masjid pada masa Nabi bahkan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan.

2. Menciptakan persaudaraan baru 
Kaum muslimin yang berhijrah dari Mekah ke Madinah disebut “muhajirin” dan kaum muslimin penduduk Madinah disebut “anshor”. Kaum muslimin Mekah yang berhijrah ke Madinah banyak menderita kemiskinan, karena harta benda dan kekayaan mereka ditinggalkan di Mekah, diwaktu mereka berhijrah ke Madinah melarikan agama dan keyakinan yang mereka anut. Nabi Muhammad saw menciptakan persaudaraan baru antara kaum muhajirin dengan kaum anshor. Ali ibn Abi Thalib dipilih menjadi saudara nabi sendiri. Abu Bakar nabi saudarakan dengan Kharijah ibnu Zuhair. Ja‟far ibnu Abi Thalib dengan Mu‟az ibnu Jabal. Rasulullah telah mempertalikan keluarga - keluarga Islam. Masing-masing keluarga mempunyai pertalian yang erat dengan keluarga-keluarga yang banyak, karena ikatan persaudaraan yang diadakan rasulullah. Persaudaraan ini pada permulaannya mempunyai kekuatan dan akibat sebagai yang dipunyai oleh persaudaraan nasab, termasuk di antaranya hal pusaka, hal tolong menolong dan lain-lain.

3. Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah 
 Setelah mempersaudarakan antara kaum muhajirin dengan anshor, selanjutnya nabi menjalin hubungan antara kaum muslim dengan golongan Yahudi penduduk Madinah. Jalinan hubungan ini terwujud dalam bentuk perjanjian atau undang-undang yang kemudian dikenal sebagai “Piagam Madinah” yang ditulis pada tahun 623 M atau tahun ke-2 H. di antara dictum perjanjian paling penting adalah sebagai berikut:
- Kaum muslimin dan kaum Yahudi hidup secara damai, bebas memeluk dan menjalankan ajaran agamanya masing-masing.
- Orang-orang Yahudi berkewajiban memikul biaya mereka sendiri, dan kaum muslimin wajib memikul biaya mereka sendiri.
- Apabila salah satu pihak diperangi musuh, maka mereka wajib membantu pihak yang diserang. - Di antara mereka saling mengingatkan, dan saling berbuat kebaikan, serta tidak akan saling berbuat kejahatan.
- Kaum muslimin dan Yahudi wajib saling menolong dalam melaksanakan kewajiban untuk kepentingan bersama.
- Bumi Yastrib menjadi tanah suci karena naskah perjanjian ini.
- Nabi Muhammad adalah pemimpin umum untuk seluruh penduduk Madinah. Bila terjadi perselisihan di antara kaum muslimin dengan kaum Yahudi, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada nabi sebagai pemimpin tertinggi di Madinah.

Nabi berhasil membangun sebuah Negara baru yakni Negara Madinah, secara aklamasi nabi diangkat sebagai kepala Negara yang diberikan otoritas untuk memimpin dan melaksanakan ketatanegaraan yang telah disepakati bersama. Jadi, di Madinah beliau seorang penguasa, yang menjalankan kekuasaan politik dan militer dan juga keagamaan.

4. Pembangunan pranata sosial dan pemerintahan. 
Madinah adalah wilayah pertanian, dihuni oleh berbagai klan dan tidak oleh sebuah kesukuan yang tunggal, namun berbeda dengan Mekah, Madinah merupakan perkampungan yang diributkan oleh permusuhan yang sengit dan anarkhis antara kelompok kesukuan yang terpandang –Suku Aws dan Khazraj. Permusuhan yang berkepanjangan mengancam keamanan rakyat kecil dan mendukung timbulnya permasalahan eksistensi Madinah. Berbeda dengan masyarakat Badui, masyarakat Madinah telah hidup saling bertetangga dan tidak berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya. Selanjutnya berbeda dengan Mekah, Madinah senantiasa mengalami perubahan social yang meninggalkan bentuk kemasyarakatan absolut model Badui. Kehidupan sosial Madinah secara berangsur-angsur diwarnai oleh unsur kedekatan ruang daripada oleh system kekerabatan. Madinah juga memiliki sejumlah warga Yahudi, yang mana sebagian besar penduduknya lebih simpatik terhadap monotheisme. Namun setelah masyarakat muslim berkembang menjadi besar dan berkuasa, mereka mulai menaruh rasa dendam dan tidak suka.

Islam di Madinah bukan hanya sebuah agama, tetapi juga mengatur Negara. Karena masyarakat Islam telah terwujud, maka menjadi suatu keharusan Islam untuk menentukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat yang baru terwujud itu. Sebab itu ayat-ayat al-Quran yang diturunkan dalam periode ini terutama ditujukan kepada pembinaan hukum. Ayat-ayat yang diturunkan itu diberi penjelasan oleh rasulullah. Mana - mana yang belum jelas dan belum terperinci dijelaskan oleh rasulullah dengan perbuatan-perbuatan beliau.

 Islam yang diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi melalui perantaraan kenabian Muhammad saw, ditujukan sebagai pedoman bagi kehidupan di dunia dan akhirat. Islam mengembang amanat untuk memerdekakan manusia dari segala perbudakan dan membebaskan manusia dari segala penindasan. Islam tidak mengenal batasbatas suku, keturunan, tempat tinggal, atau jenis kelamin. Semua umat manusia, dalam pandangan Islam, mempunyai kedudukan setara. Sebab, kemuliaan kedudukan manusia dalam Islam tergantung dari kwalitas ketaqwaannya pada Allah SWT atau amal salehnya. Tentu saja kwalitas ketaqwaan atau amal saleh ini tidak hanya diukur dengan perilaku vertical kepada Tuhannya, namun juga akhlak horizontal kepada sesama manusia. Sesuai dengan firman Tuhan al-Hujurat: 13: “hai manusia, sesungguhnya kami jadikan kamu bersaldari laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu berkenalkenalan, sesungguhnya orang yang termulia di antaramu pada sisi Allah ialah orang yang lebih taqwa”.

 Respon Masyarakat Madinah Terhadap Dakwah Nabi Muhammad SAW

Sesudah peristiwa hijrah, penduduk Madinah terdiri atas tiga golongan: kaum muslimin, bangsa Yahudi (Banu Nadhir dan Banu Quraizhah) dan bangsa Arab yang belum menganut agama Islam. Kepada ketiga golongan tersebut, nabi terus berusaha menyebarkan agama Islam. Hal itu dilakukan nabi saw selain karena kewajiban yang harus dilaksanakannya, juga karena ia melihat mayoritas masyarakat Madinah menyambut dengan baik saat beliau dan umat Islam tiba di kota tersebut.

Pada hakekatnya dakwah nabi merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan, dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur, untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap, dan bertindak masyarakat  Madinah, dengan menggunakan cara tertentu. Dakwah nabi berusaha mengubah lingkungan Madinah dengan cara meletakkan dasar eksistensi masyarakat Islam, menanamkan nilai-nilai keadilan, persamaan, persatuan, perdamaian, kebaikan, dan keindahan, sebagai inti penggerak perkembangan masyarakat, membebaskan individu dari sistem kehidupan zalim (perbudakan) menuju sistem kemerdekaan, menyampaikan kritik sosial atas penyimpangan yang berlaku dalam masyarakat Madinah, dalam rangka mengembang tugas nahi mungkar, dan memberi alternative konsepsi atas kemacetan sistem, dalam rangka melaksanakan amar ma‟ruf, merealisasi sistem budaya yang berakar pada dimensi spiritual yang merupakan dasar ekspresi akidah, meningkatkan kesadaran masyarakat Madinah untuk menegakkan hukum, mengintegrasikan kelompokkelompok kecil (muslim, Yahudi, bangsa Arab non muslim) menjadi suatu kesatuan kekuatan untuk mengamankan Negara Madinah dari serangan luar, merealisasi keadilan dalam bidang ekonomi, dengan mempersaudarakan golongan aghniyaa (anshor) dengan golongan ekonomi lemah (muhajirin).

 Dakwah yang dilakukan nabi mendapat sambutan beragam, ada yang menerima kemudian masuk Islam dan ada pula yang menolak secara diamdiam, misalnya, orang-orang Yahudi yang tidak senang atas kehadiran nabi dan umat Islam. penolakan ini mereka lakukan secara diam-diam dan tidak berani berterus terang untuk menantang nabi dan umat Islam yang mayoritas tersebut. Kedengkian orang-orang Yahudi semakin menjadi-jadi, sewaktu mereka  menyaksikan sendiri perkembangan pesat agama yang dibawa nabi, seakanakan jalan untuk mencapai kemenangan telah terhampar datar. Apalagi sekutu mereka (suku Aus dan Khazraj) setelah memeluk Islam, sudah tak membutuhkan mereka lagi, karena telah mendapat pimpinan yang ideal yakni Muhammad saw.

Akhirnya Yahudi Madinah menggalang koalisi dengan kafir Quraisy Mekah, untuk menghancurkan kekuatan umat Islam. bahkan peperangan terjadi antara kaum muslim Madinah dengan musyrik quraisy Mekah. Perang pertama yang sangat menentukan masa depan negara Islam ini adalah perang Badar pada tanggal 8 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah, nabi bersama 305 orang muslim bergerak keluar kota membawa perlengkapan yang sederhana. Di daerah Badar, kurang lebih 120 kilometer dari Madinah, pasukan nabi bertemu dengan pasukan quraisy yang berjumlah sekitar 900 sampai 1000 orang. Nabi sendiri yang memegang komando. Dalam perang ini kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Dalam beberapa tahun berikutnya, pihak Quraisy Mekah menyerang pihak Muhammad di Madinah. Sehingga terjadi lagi peperangan, yakni perang Uhud (625) dan kemudian disusul perang Khandak (627). Dalam perang Uhud, pihak Muhammad menderita kekalahan, sedang dalam perang Khandaq pihak Muhammad berhasil menghancurkan dan membuat kecewa pihak Mekah, pihak Muhammad diuntungkan dalam kedua peperangan tersebut. Ia berhasil bertahan dari serangan yang dilancarkan pihak Mekah, dan bahkan pada setiap kesempatan menyusun rencana pengusiran atau penghukuman terhadap sisa-sisa klan Yahudi, merampas kekayaan mereka dan memperluas pengaruh dirinya terhadap suku-suku di padang pasir di Arabia. Setelah enam tahun meninggalkan Mekah, mereka ingin kembali mengunjungi kampung halamannya untuk bertemu dengan kerabat, dan menziarahi Ka‟bah. Namun keinginan mereka tak dapat terpenuhi, sehingga terjadilah Perjanjian Hudaibiah. Perjanjian Hudaibiah ini memperlihatkan bahwa suku Quraisy yang ada di Mekah sudah mengakui nabi Muhammad sebagai pemimpin negara Madinah. Sebuah perjanjian baru terjadi apabila ada pengakuan setara dengan kedua belah pihak. Memasuki tahun ke-8 H terjadi perang Mu‟tah yang disebabkan utusan yang dikirim nabi kepada Ghasasinah (Bani Ghassan) dibunuh oleh mereka. perang Mu‟tah merupakan cikal bakal perluasan Islam keluar Jazirah Arab. Pada tahun  yang sama terjadi peperangan menaklukkan kota Mekah, peristiwa ini disebabkan pengkhianatan Quraisy terhadap perjanjian yang telah dibuat antara Quraisy dengan kaum Muslimin. Pada kejadian ini umat Islam menang tanpa terjadi pertumpahan darah, bahkan Abbas dan Abu Sufyan menyatakan keislamannya. Takluknya kota Mekah membuat delegasi dari berbagai penjuru di Jazirah Arab mendatangi nabi sehingga tahun ke-9 H dianggap sebagai tahun delegasi. Agama Islam telah meratai seluruh Jazirah Arab, nabi Muhammad telah merasakan kenikmatan yang tak terhingga, dia telah menyaksikan sendiri dakwah yang dilaksanakan telah berbuah. Bahkan ini dianggap sebagai asbabun nuzulnya Surat an Nashr. Pada tahun 10 H Nabi mengerjakan haji terakhir, yang dikenal dalam sejarah dengan “Hijjatul Wada”.

sumber : https://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/alhikmah/article/download/75/69

Comments

Popular posts from this blog

99 Asmaul Husna-Latin-Arab-Indonesia-Inggris

Penerapan Keimanan kepada Malaikat dalam Kehidupan Sehari-hari

Dakwah Nabi Muhammad SAW Pada Periode Mekah